Opini Kebijakan Daerah Kota Serang terhadap UMKM dan Ritel Modern

Pemkot Serang telah mengeluarkan sejumlah peraturan daerah (Perda) untuk menata perdagangan modern sekaligus memberdayakan UMKM dan pasar tradisional. Misalnya Perda Kota Serang No. 4/2011 mengatur penataan

Regional

Kebijakan Daerah Kota Serang
Opini Kebijakan Daerah Kota Serang terhadap UMKM dan Ritel Modern

Pemkot Serang telah mengeluarkan sejumlah peraturan daerah (Perda) untuk menata perdagangan modern sekaligus memberdayakan UMKM dan pasar tradisional. Misalnya Perda Kota Serang No. 4/2011 mengatur penataan toko modern (hipermarket, supermarket, minimarket) dengan ketentuan jarak dan kemitraan untuk melindungi pedagang kecil. Pasal 8 Perda tersebut mewajibkan toko modern memperhatikan keberadaan pasar tradisional dan usaha kecil; toko modern baru tidak boleh didirikan dalam radius 1.000 m dari pasar tradisional. Izin minimarket harus disetujui Lurah setempat dan diutamakan bagi pengusaha lokal yang berdomisili dekat lokasi. Selanjutnya penyelenggara toko modern wajib menyediakan area usaha bagi pelaku UMKM seluas 10% dari luas lantai penjualan.

Perda No. 4/2011 juga mensyaratkan bahwa dalam dokumen perencanaan pembangunan toko modern (mal atau pusat perbelanjaan) perlu memuat analisis sosial-ekonomi termasuk rencana kemitraan dengan UMKM. Ketentuan ini diperkuat oleh Perda Kota Serang No. 3/2016 (Perubahan atas Perda 4/2011) yang menegaskan modern retailer harus membuat analisis dampak dan kemitraan UMKM. Meski demikian, Pasal 6 Perda 3/2016 mengecualikan minimarket dari kelengkapan dokumen analisa asalkan tetap mempertimbangkan pertumbuhan penduduk. Pada sisi lain, Perda 3/2016 (Pasal 11) menginstruksikan Pemda: a) memberdayakan pusat perbelanjaan untuk membina pasar tradisional, dan b) mengawasi pelaksanaan kemitraan dengan UMKM. Intinya, peraturan lokal mendorong modern retailer bekerja sama atau minimal tidak merugikan pedagang kecil.

Di bidang pajak, Pemerintah Kota Serang memperketat pungutan dari ritel. Perda Kota Serang No. 17/2010 (Pajak Daerah) mengenakan tarif pajak parkir sebesar 20%. Pada 2021 Bapenda Kota Serang mulai mengaktifkan kembali pajak parkir ini, juga untuk minimarket dan lahan parkir swasta. Kepala Sub Bidang Pajak Parkir Bapenda Serang, Rizki Ikhwani, menyatakan: “Persentasepengenaan pajak parkir 20%. Ini berlaku untuk toko-toko ritel…”. Langkah ini dimaksudkan meningkatkan PAD. Selain itu, sejak 2018 Pemkot Serang menggandeng jaringan Indomaret agar masyarakat bisa membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di minimarket. Menurut Kepala BPKAD Adang Darmawan, kerja sama pajak-PBB tersebut “mempermudah pembayaran” dan dikenakan biaya layanan Rp5.000, sambil mengajak pelaku ritel mendukung PAD daerah. Dengan demikian, kebijakan pajak setempat antara lain: (i) pengenaan tarif seperti pajak parkir 20% kepada minimarket, (ii) insentif kolaborasi memudahkan akses pajak (PBB) lewat gerai ritel modern, serta (iii) regulasi penataan lokasi ritel agar tidak ‘mematikan’ pasar tradisional.

Dalam praktiknya, penegakan aturan di Kota Serang masih berjalan bertahap. Misalnya, penerapan pajak parkir 20% baru dimulai tahun 2021 dan Bapenda terus melakukan pendekatan kepada minimarket. Hasil awal menunjukkan reaksi beragam: ada retailer besar yang “legowo” menerima kebijakan tersebut, namun sebagian “marah” atau menolak. Per Maret 2021, dari tiga jaringan ritel besar yang disasar, dua sudah bersedia membayar (Alfamart dan Alfamidi), sementara satu lagi (Indomaret) masih dalam tahap pendekatan intensif oleh Bapenda. Belum ada laporan luas dampak langsung kebijakan ini terhadap penurunan pelanggan atau omzet toko tradisional di Serang. Sebagian kecil warung mungkin tidak memungut parkir sama sekali sehingga kebijakan ini lebih membebani pihak modern.

Untuk penataan lokasi dan kemitraan, implementasi di lapangan kurang terdokumentasi. Tidak ada laporan media bahwa izin minimarket baru di Kota Serang diblokir karena berdekatan pasar, atau ada sanksi berat atas pelanggaran jarak. Regulasi tentang jam operasional toko modern (Perda 4/2011) juga tercatat ada pengecualian bagi lokalisasi tertentu. Terpantau, minimarket di Serang masih bisa buka hingga malam; kebijakan jam buka penerapan di pusat perbelanjaan/pasar (Pasal 10 Perda 3/2016) lebih fokus menetapkan jam buka tutup minimal.

Secara umum, peraturan pemberdayaan UMKM (Perda 4/2011 dan amandemennya) memberi kerangka penguatan UMKM: menyisihkan 10% area bagi usaha kecil dan mendorong kemitraan. Namun, efektivitasnya tergantung pada pengawasan oleh dinas terkait. Perda ini menjanjikan insentif non-fiskal (akses tempat usaha, pelatihan) bagi pedagang tradisional, meski belum ada data resmi tentang realisasinya di Serang.

Data survei atau pernyataan resmi pelaku UMKM Kota Serang relatif minim. Yang tercatat justru reaksi dari pihak modern: DPRD Serang pernah mengusulkan penataan ulang lokasi ritel (2016) agar tidak berbaris di pinggir jalan utama, demi melindungi pasar tradisional. Dalam konteks pajak parkir, respons tersebar: “ada pelaku usaha yang legowo menerima, adapun yang marah”. Belum ada liputan media lokal tentang demonstrasi atau keberatan massal pedagang kecil.

Namun, di wilayah Serang Raya ada indikasi dukungan praktis bagi UMKM. Misalnya, di Kabupaten Serang, Dinas Koperasi melaporkan program “Berkah Warung Klontong” (2021) untuk membantu 14 warung memperbaiki fasilitas dan mengadopsi konsep minimarket agar “berdaya saing dengan minimarket besar”. Ini menunjukkan pedagang kecil mencari peningkatan melalui bantuan pembenahan, bukan hanya mengharapkan pembatasan saingan. Di Kota Serang sendiri, tidak ada survei publikasi, namun bisa diasumsikan sebagian UMKM menyambut baik insentif atau kemitraan yang ditawarkan (mis. program digitalisasi, pelatihan) dan menyesalkan sulitnya bersaing bila tanpa dukungan. Sebaliknya, para pemilik minimarket belum banyak bicara terbuka; yang ada justru kerja sama pembayaran pajak dengan Pemkot.

Secara ringkas, pelaku usaha kecil kemungkinan menilai kebijakan pajak dan aturan jarak sebagai upaya memberi napas kompetitif, meski beban pajak parkir bisa dirasakan sebagai ‘political cost’ bagi pemilik toko modern. Tidak ada bukti pelaku UMKM protes keras di Serang; justru ditemukan prakarsa swasta (konsultan ritel CMN) mengajak warung “upgrade” ke mini-market modern lewat kemitraan tanpa biaya franchise. Hal ini sejalan dengan pesan pemerintah pusat agar retail modern berperan akses pasar UMKM tidak mematikan, melainkan memperluas pasar mereka.

Publikasi lokal maupun nasional memberikan beragam sudut pandang. Akademisi dan pengamat ekonomi sering menekankan keseimbangan antara proteksi dan pertumbuhan. Misalnya, media nasional sempat mengutip Kemenkop UKM bahwa aturan ketat soal jam operasional sejatinya diarahkan ke minimarket/hipermarket, bukan warung tradisional. Ini menegaskan sikap pemerintah agar kebijakan daerah tidak kontra-produktif terhadap UMKM: justru yang diatur ketat adalah usaha besar.

Beberapa kalangan menyoroti kebutuhan adaptasi UMKM. Sebuah contoh konsep bisnis di Tangerang Selatan (CMN) mengajak pemilik toko kelontong tradisional bermitra agar menjadi “ritel modern” tanpa biaya tinggi. Pendekatan ini mendapat liputan media sebagai alternatif solusi daripada sekadar perlindungan. Secara umum, media Banten cenderung memberitakan inovasi UMKM (pelatihan digitalisasi, bazar, kerjasama pasar modern), bukan konflik.

Kritik yang muncul lebih kepada tata kelola kebijakan: misalnya, apakah penegakan jarak minimarket benar-benar konsisten, atau apakah pajak baru berdampak ke inflasi. Namun, tidak ditemukan kritik terbuka dari LSM lokal di Serang perihal perda minimarket. Dalam diskursus nasional, larangan operasional warung (kisah Bali 2024) sempat dikoreksi oleh Kemenkop, menandakan kewaspadaan bahwa kebijakan semestinya tidak meminggirkan UMKM.

Kesimpulannya, kebijakan Kota Serang memadukan regulasi protektif (jarak minimarket, porsi UMKM, pajak bagi retailer) dan insentif kolaboratif (kemitraan dan saluran distribusi modern). Pelaksanaan awal menunjukkan kebijakan pajak ditegakkan dengan pendekatan persuasif, dan upaya literasi digital/pemasaran modern dijalankan. Efektivitasnya terhadap persaingan adil masih menunggu evaluasi jangka panjang; namun upaya pembatasan posisi minimarket dan pengaktifan pajak parkir adalah langkah nyata kota untuk mendukung UMKM dan meningkatkan pendapatan daerah. Saran: pemerintah daerah perlu pemantauan ketat pelaksanaan perda dan forum dialog rutin dengan pelaku UMKM, agar setiap kebijakan konsisten memberi manfaat bagi usaha kecil tanpa menghambat inovasi di sektor ritel modern.

Sumber: Peraturan Daerah Kota Serang No. 4/2011 dan No. 3/2016; pemberitaan Bapenda Serang soal pajak parkir 20%; portal Pemkot Serang (pajak PBB lewat Indomaret); berita UMKM (Kab. Serang) dan media lokal tentang modernisasi warung; serta klarifikasi Kemenkop UKM di media nasional

Penulis: Yulianti, Angga Rosidin, Zakaria Habib Al-Ra’zie

Program Studi: Administrasi Negara Unversitas Pamulang Kampus Serang

Tags

Related Post

Ads - Before Footer