Sampah plastik multimaterial multilapis (MMP) selama ini dikenal sebagai jenis limbah yang paling sulit diolah. Berlapis-lapis tipis, tidak bernilai jual, dan kerap diabaikan pemulung, sampah ini hanya menambah beban tempat pembuangan akhir. Namun, Universitas Sampoerna memandangnya sebagai peluang untuk melahirkan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat sekaligus lingkungan.
Konsepnya sederhana: warga tidak lagi menjual sampah anorganik yang dipilah, melainkan menyumbangkannya. Hasil pengelolaan sampah kemudian digunakan untuk mendukung kas RT, kegiatan sosial, serta program kebersihan lingkungan.
Program ini dimulai pada 26 Agustus 2025 di TPS 3R Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Mahasiswa dan dosen Universitas Sampoerna bersama mahasiswa Institute of Science Tokyo belajar langsung sistem pemilahan sampah modern, sekaligus membangun kesadaran bahwa memilah sejak dari rumah adalah kunci keberlanjutan.
Langkah berikutnya dilakukan pada 21 September 2025 di RW 23 Perumahan Villa Kartini, Bekasi, melalui diskusi dan pemetaan kebutuhan warga. Dari musyawarah itu, tercipta kesepakatan untuk menjalankan gerakan “Sedekah Sampah” sebagai sistem komunitas. Warga menyetorkan sampah sebagai sedekah, lalu hasilnya dikelola secara transparan untuk kepentingan sosial.
Pada Oktober 2025, program memasuki tahap simulasi dan promosi. Selain gerakan sosial, tim juga meluncurkan produk daur ulang dengan label Ulangi(lagi). Produk pertamanya berupa tong sampah 42 liter, sepenuhnya dibuat dari plastik MMP yang diolah menjadi pellet komposit. Untuk keberlanjutan, disusun pula modul bank sampah berisi panduan pemilahan dan distribusi yang mudah digunakan oleh masyarakat.
Dampak awal program sudah terlihat. Warga semakin sadar pentingnya memilah sampah, lingkungan lebih bersih, dan produk daur ulang menghadirkan nilai tambah baru. “Sedekah Sampah” pun menjadi bukti bahwa dari limbah yang dianggap tak bernilai, bisa lahir berkah nyata bagi masyarakat dan lingkungan.